Ulama Lebih Paham Soal Ekonomi Syariah

BANDA ACEH - Ulama di Aceh secara keilmuan lebih memahami sistem ekonomi syariah ketimbang para praktisi lain di luar keilmuan itu. Sangat naif jika masukan dari ulama terkait bank syariah dianggap sebagai kritikan mencari-cari kesalahan Pemerintah Aceh yang hingga kini belum mau menjadikan Bank Aceh sebagai lembaga perbankan yang dikelola sesuai syariah.

Demikian disampaikan sejumlah kalangan di Aceh, menanggapi kritikan panas yang dilontarkan Kepala Biro Humas Aceh, Murthalamuddin, terkait usulan para ulama menjadikan Bank Aceh sebagai bank yang dikelola sesuai syariah.

Komentar Murthalamuddin, seperti diberitakan Serambi, edisi Kamis (22/5) memancing reaksi dari sejumlah elemen santri di Aceh. Hingga Kamis malam kemarin, redaksi menerima banyak rilis yang menyesalkan tindakan Kepala Biro Humas yang dinilai tidak memahami persoalan dan telah melukai perasaan para ulama di Aceh.

Salah satu kritikan pedas terhadap pernyataan Kepala Biro Humas Setda Aceh, Murthalamuddin, disampaikan akademisi Universitas Syiah Kuala, Rustam Effendi. Dia sangat menyesalkan pernyataan Kepala Biro Humas yang tidak mencerminkan representatif Pemerintah Aceh.

“Itu Humas salah minum obat. Humas ngawur. Mana boleh Humas seperti itu. Humas itu harus santun, arif dan bijak dalam menyampaikan sesuatu,” katanya.

Menurut Dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah ini, ada tiga kesalahan fatal dari apa yang disampaikan Murthalamuddin. Pertama, yang bersangkutan tidak memahami soal perbankan.

“Kalau ditanya kenapa harus Bank Aceh? Ya karena bank itu punya kita. Milik rakyat Aceh. Saham dan modalnya milik Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota. Ini yang tidak dia pahami. Jadi apa yang disampaikan ulama itu sudah sangat benar. Saya malah sudah sejak tiga tahun lalu menyarankan Bank Aceh diubah ke syariah. Bukan spin off (pemisahan),” tegas Rustam.

Kesalahan kedua, lanjut Rustam, dia (Murthalamuddin) telah menafikan ulama.  “Ulama lebih paham soal ekonomi syariah. Apabila ulama pun sudah tidak kita dengar, maka sudah tidak tahu lagi siapa yang harus kita dengar. Membaca berita hari ini, sedih sekali hati saya,” tambahnya.

Kesalahan selanjutnya adalah yang bersangkutan tidak paham akan peran dan fungsi kehumasan. Dia menyarankan Murthalamuddin agar belajar komunikasi publik dan komunikasi politik.

“Humas itu bukan pembela Pemerintah. Tugas Humas itu memfasilitasi, mengkomunikasikan, serta menerima masukan. Saran saya, Bapak Gubernur perlu mempertimbangkan kembali jabatan dia sebagai Kepala Biro Humas. Kalau seperti ini model Humas, maka akan sangat berbahaya bagi Pak Gubernur sendiri,” demikian Rustam. 

Sementara itu, Wakil Sekjend Rabithah Thaliban Aceh (RTA), Teuku Zulkhairi, MA mengharapkan Pemerintah Aceh selalu terbuka pada kritikan. Menurutnya, manusia diberikan satu mulut dan dua telinga. Sebagai pemegang kekuasaan, kedua telinga harus selalu difungsikan untuk menyerap aspirasi dan kritikan sepedas apapaun. “Jangan antikritik, apalagi sampai membalas kritikan dengan hinaan. Kalau tidak mau dikritik, jangan berbaur dengan pemerintah. Apalagi, semua orang tahu bahwa Pemerintah Aceh memang tidak serius mensyaratkan seluruh unit Bank Aceh,” katanya.

Apa yang disampaikan Karo Humas Pemda Aceh, menurut Teuku Zulkhairi, seolah ulama telah setiap hari menghujat pemerintah Aceh dengan alasan yang dicari-cari.

Ketua Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) Tgk Ihsan M Jakfar. Dalam rilis yang diterima Serambi kemarin, ia menyayangkan apa yang dilontarkan Murthalamuddin terkait masukan ulama untuk pemisahan Bank Aceh Syariah. “Kita tidak mengerti logika berpikir bagaimana yang dipakai Karo Humas tersebut hingga menuduh ulama sengaja mencari-cari alasan untuk menghujat,” ujarnya

Tgk Ikhsan mengatakan, ia tidak dapat memahami kondisi Pemerintahan Aceh saat ini yang seolah-olan antikritik sehingga masukan dari ulama dianggap hujatan. “Kita butuh penjelasan dari pemerintah Aceh terkait statemen Karo Humasnya. Karena ulama adalah orang tua kita. Jika ulama tak lagi didengarkan apalagi sampai menuduh ulama menghujat, siapa lagi yang ingin kita jadikan panutan,” tegas Tgk Ikhsan. 

Sementara, pengurus Pusat Geuma Aneuk Muda Nanggroe Aceh (GAMNA), T Irsyadi YS dalam rilis yang diterima Serambi Kamis (22/5) mempertanyakan sikap Kepala Biro Humas Aceh, Murthalamuddin yang menyebut ulama hanya mencari-cari alasan dan menghujat Pemerintah Aceh, terkait belum dipisahnya Bank Aceh Syariat sebagi unit yang mandiri dari Bank Aceh konvensional.

Menurut T Isrysadi YS, pernyataan Murthalamuddin itu memperlihatkan bahwa ia tidak memahami masalah. “Dia lupa, atau tidak tahu sama sekali, bahwa yang bertanggung jawab mengatur segala aspek tatanan kehidupan masyarakat Aceh adalah Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Aceh,” katanya.

Ia menegaskan, menghidupkan Bank Aceh Syariah bukan persoalan masyarakat memilih mana. Tetapi Pemerintah Aceh yang punya wewenang mengatur sistem pemerintahan dan lembaga-lembaga pendukung pemerintahan harus menjalankannya sesuai dengan syariat Islam. “Malah, menurut kami bukan menjadikan Bank Aceh Syariah terpisah dan mandiri dari bank induk. Tetapi, Pemerintah Aceh menjadikan Bank Aceh sebagai satu-satunya bank pemerintah daerah yang dikelola dengan sistem syariah dalam bentuk Bank Islam Aceh. (yos/ari)



aceh.tribune

Produk Kami Lainnya :

iklan

 
ibs(idblogsite)